Rabu, 12 September 2018

SOLID GOLD BERJANGKA | Pencak Silat, dari Sukarno hingga Jokowi

SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR - Sukarno ingin pendidikan olahraga yang berbau kolonial seperti kasti dan korfball dihapus dan digantikan pencak silat. Jokowi sempat rajin berlatih pencak silat.

Rangkulan pesilat Hanifan Yudani Kusumah kepada Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto di arena pencak silat dianggap menjadi salah satu momen mengesankan Asian Games Jakarta-Palembang 2018 bagi masyarakat Indonesia. Sampai-sampai pemandangan tersebut ditampilkan kembali dalam closing ceremony Asian Games, yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu, 2 September 2018.

Sejak Rabu, 29 Agustus, hari ketika momen pelukan Jokowi dan Prabowo, yang sedang bersaing untuk Pilpres 2019, itu terjadi, pembicaraan tentang pencak silat sebagai warisan leluhur bangsa Indonesia juga menghiasai media massa maupun media sosial. Seni bela diri itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa, memeluk semua orang yang mencintainya.


“Silat ini, kalau dikonotasikan ke dalam bahasa Arab, itu 'silaturahmi'. Jadi maknanya menjalin persaudaraan,” ujar Rony Syaifullah, Ketua Pelatih Pencak Silat Kontingen Indonesia untuk Asian Games.


Rony menjelaskan, setidaknya ada 900 aliran atau perguruan pencak silat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Perguruan itu di antaranya Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Tapak Suci, Perisai Diri, dan Merpati Putih. Hal yang membedakan perguruan-perguruan pencak silat itu adalah teknik pernapasan, bela diri, latihan fisik, serta materi lainnya. Hanya, mereka punya persamaan, yaitu melatih mental dan spiritual para pendekarnya.

“Yang mempelajari silat itu dengan sendirinya terdidik karakternya. Dengan karakter terdidik, seorang pesilat pasti akan menjadi sosok yang rendah hati, tidak sombong, berperilaku baik, friendship, saling menghargai, saling menghormati, dan sebagainya,” terang dosen Program Studi Olahraga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Solo, ini.


Pencak silat untuk pertama kalinya diakui sebagai cabang olahraga di Asian Games 2018. Bahkan pencak silat menjadi pendulang emas terbanyak, yakni 14 dari 31 raihan emas kontingen Indonesia. Tak aneh bila Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, dan Megawati Soekarnoputri ramai-ramai menonton pertandingan pamungkas yang digelar di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Rabu pekan lalu.



Prabowo sendiri adalah Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dan Presiden Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa. Prabowo banyak memotivasi para pesilat yang tampil di Asian Games untuk berprestasi. Dua minggu sebelum bertanding, mereka diundang ke rumah Prabowo di Hambalang, Bogor. Seusai pesta olahraga negara-negara Asia ini pun mereka kabarnya bakal diundang kembali.

“Ada beberapa hal masih Pak Prabowo tampil dalam hal melengkapi, menambah, menguatkan, memotivasi, termasuk latihan silat yang harus ke China, harus ke negara lain. Kadang-kadang biayanya kurang, beliau juga. Ya (akomodasi)," kata Wakil Ketua IPSI Edhie Prabowo.
Silat telah mempertemukan Prabowo dan Jokowi sebelumnya. Pada ajang kejuaraan pencak silat internasional di Bali pada 2016, Prabowo memberikan gelar Pendekar Utama Pencak Silat Indonesia kepada Jokowi. Prabowo juga memberikan sebilah keris emas kepada Jokowi sebagai tanda anggota kehormatan.

Dunia pencak silat mendapat perhatian kalangan elite sejak dulu. Presiden Sukarno pernah menggelorakan pencak silat di panggung nasional. Menurut Sukarno, pencak silat penting dilakukan oleh setiap generasi, terutama generasi muda, karena melatih kebugaran fisik. Hal ini disuarakan oleh Sukarno pada zaman Jepang. Sukarno sering berkeliling Indonesia untuk melihat perkembangan seni pencak silat.



“Bung Karno pernah pula diundang untuk melihat kompetisi pencak silat yang diorganisasi tentara Jepang. Bahkan ia selalu asyik menyaksikan dua kawannya, Chairul Saleh dan Sri Bimo Ariotedjo, berlatih silat,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Hasto menceritakan, ketika Indonesia merdeka, Sukarno menginginkan semua pendidikan olahraga yang berbau kolonial, seperti kasti dan korfball atau semacam bola tangan, dihapuskan. Kemudian mulai dikenalkan pendidikan olahraga yang digali dari kebudayaan Indonesia, yaitu pencak silat.

“Zakaria, pemain pencak silat, pernah membawa DKI Jakarta mendapatkan medali emas pada PON ke-2 pada bulan Oktober 1952. Sebagai peraih medali emas dari cabang pencak silat, ia pun pernah dipanggil Sukarno ke Istana untuk memperagakan kebolehannya,” ujar Hasto.



Puncak perhatian Bung Karno terhadap pencak silat terjadi 1957. Saat itu pencak silat menjadi salah satu bagian dalam misi kebudayaan ke Eropa. Pemain pencak silat kala itu adalah Abdul Wahab, Rosidi, Jumali, dan Suhada. Misi-misi kebudayaan Indonesia dianggap sebagai suatu bentuk ekspresi rasa percaya diri dan kebanggaan nasional saat itu. 

“Dengan demikian, kemenangan pencak silat adalah reinkarnasi dari semangat Bung Karno tersebut. Pencak silat adalah ekspresi rasa percaya diri dan kebanggan terhadap kebudayaan bangsa,” katanya.

Semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung, Sukarno pernah berlatih pencak silat. Namun sangat sedikit sumber sejarah yang bisa bercerita mengenai hal tersebut. Sedangkan Jokowi menggeluti pencak silat pada saat duduk di bangku sekolah menengah pertama di Solo, yang merupakan kota kelahirannya.

Jokowi bergabung di PSHT, perguruan pencak silat yang berpusat di Madiun, Jawa Timur. Namun tidak dapat dipastikan sejak kapan mantan Wali Kota Solo itu berhenti latihan. Sampai kemudian ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012, Jokowi ingin meneruskan latihan pencak silat.



Melalui Bupati Ngawi saat itu, Budi ‘Kanang’ Sulistyono, Jokowi mencari pelatih. Maka, disarankanlah nama Gambianto Surya, yang juga seorang atlet.Gambianto bercerita bahwa dirinya melatih Jokowi tiga kali dalam sepekan di Balai Kota DKI Jakarta. Latihan dimulai pagi hari dan selesai sebelum pukul 07.00 WIB. “Kalau latihan, beliau disiplin, rajin, dan tekun. Sopan santunnya juga bagus,” ungkap Gambianto, Jumat, 31 Agustus.

Memang, pada akhirnya tidak rutin tiga kali sepekan Jokowi berlatih disebabkan oleh kesibukan. Selama hampir setahun Jokowi berlatih dan terhenti ketika mencalonkan diri menjadi presiden pada 2013. Menurut Gambianto, Jokowi hampir diwisuda menjadi 'warga', sebutan bagi para pesilat PSHT. Tapi pada hari-H, Jokowi tidak bisa hadir karena sedang ke luar kota. “Kalau sekarang lebih sulit lagi. Jadi saya maklumi jadwalnya padat,” katanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar