PT SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR – Ada dua topik berita yang menyita perhatian saya dalam satu bulan terakhir. Yang pertama adalah tentang film Dilan, dan yang kedua tentang seri penangkapan KPK terhadap beberapa kepala daerah. Film Dilan
menjadi pemberitaan karena ditonton hampir 6 juta orang dan banyak
diperbincangkan di media sosial. Yang kedua, seperti tak pernah ada efek
jera –KPK menangkap Bupati Jombang, Subang, dan Lampung Tengah dalam
serangkaian operasi tangkap tangan dan pengembangannya.
Apa yang kemudian membuat kedua fenomena
ini menjadi menarik? Baik Dilan maupun para kepala daerah yang
ditangkap ini sama-sama panglima tempur. Dilan dikisahkan sebagai
panglima tempur geng motor, sementara ketiga bupati itu adalah panglima
tempur politik untuk partainya masing-masing di wilayahnya. Ketiga
bupati itu juga tercatat sebagai calon kepala daerah yang telah
ditetapkan oleh KPU dalam Pilkada 2018.
Dalam film yang berjudul Dilan 1990,
Dilan dikisahkan meninggalkan satu-dua rencana pertempuran yang disusun
oleh teman-teman geng motornya karena mengikuti saran dan desakan
pacarnya yang bernama Milea. Dia memilih menghindari risiko kehilangan
pacarnya yang membuat harinya berbunga-bunga, walaupun pada saat
bersamaan mengecewakan anggota gengnya.
Tak Ada Pilihan Mudah
Terlihat Dilan melakukan sebuah pilihan
yang mudah. Tetapi sesungguhnya dalam kehidupan nyata, setiap pilihan
mengandung kompleksitas. Baik sebab maupun akibat sebuah pilihan
dijatuhkan bisa memiliki faktor yang multidimensi.
Dalam praktik korporasi dan organisasi
besar, para pemimpin setiap hari dihadapkan pada banyak masalah yang
harus diselesaikan. Tetapi pemecahan masalah secara umum selalu dibatasi
oleh dua hal, yaitu waktu dan sumber daya. Tidak pernah ada situasi
yang mewah (apalagi dalam situasi krisis) di mana pemecahan masalah
memiliki waktu dan sumber daya yang tidak terbatas.
Warren Buffet, seorang investor kawakan yang sangat dihormati suatu ketika berkata, “Basically I can buy everything, but I can’t buy more time.”
Karena keterbatasan waktu dan sumber
daya inilah, seorang pemimpin dituntut bukan hanya sekadar memiliki
kemampuan memecahkan masalah tetapi juga kemampuan memilih masalah yang
harus diselesaikan. Memilih masalah untuk diselesaikan menuntut
pemahaman atas banyak hal terutama terkait visi personal, visi
organisasi, pemetaan sumber daya, dan kalkulasi risiko.
Tak Semua Tantangan Harus Dijawab
Dari tiga penangkapan KPK terbaru,
ketiga figur utama bukan saja calon kepala daerah tetapi juga pejabat
petahana, dan sekaligus pimpinan partai di daerah masing-masing.
Pertanyaannya: apa yang menjadi tujuan hidup orang-orang ini? Kenapa
mereka mereka merasa penting untuk menjadi kepala daerah dan pemimpin
partai, dan karenanya menempuh segala cara termasuk korupsi yang sangat
berisiko untuk membiayai ambisinya?
Pertanyaan itu bisa menuntun kita untuk
menemukan jawaban –ika misalnya tujuan hidup adalah memberi kebaikan
kepada masyarakat, tentu tidak harus lewat jabatan politik. Jika pun
politik adalah jalan tercepat, maka tentu perlu dihindari politik biaya
tinggi yang berujung kepada tindakan korupsi.
Tidak semua tantangan dan panggilan
bertempur harus dihadapi, tidak semua pertanyaan harus dijawab, dan
tidak semua risiko harus diserap. Orang-orang yang cerdas akan berhitung
atas risiko dari setiap pilihan, dan terutama memilih hanya menghadapi
tantangan-tantangan yang berharga bagi waktu dan upayanya yang terbatas.
Banyak orang yang terjebak dalam
pertempuran yang sangat serius untuk kekonyolan-kekonyolan yang sepele,
sehingga kehabisan waktu dan sumber daya untuk hal-hal yang lebih
fundamental. Pejabat yang sibuk bertengkar dan mempidanakan orang-orang
awam yang mengkritik di media sosial, akan kehilangan banyak konsentrasi
untuk tugas-tugas utamanya.
Memilih Pertempuran
Untuk memilih pertempuran mana yang
harus diikuti, pertama kali yang harus diidentifikasi adalah kesesuaian
dengan tujuan pribadi dan/atau organisasi. Dilan memilih melepaskan
soliditas geng motornya, demi hubungan dengan pacarnya. Yang kedua
adalah melihat level otoritas atas masalah. Otoritas bukan berarti
posisi atau jabatan, tetapi lebih kepada jangkauan atas masalah dan
solusinya.
Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People membagi masalah dalam dua kategori, yaitu “circle of concern” –masalah-masalah yang mempengaruhi kita tetapi jangkauan kita terbatas; dan, “circle of influence”
–masalah-masalah yang kita punya kontrol untuk mengubahnya. Demi
efektivitas, memilih masalah dalam jangkauan kontrol sangat penting
untuk memastikan sebuah undangan pantas dihadiri, dan pertempuran wajib
dilakukan.
Setelah memilih masalah yang terjangkau,
tahap berikutnya adalah menganalisis sumber daya. Sumberdaya menjadi
faktor penting memenangkan pertempuran. Jangan sampai memaksakan
bertempur dengan sumber daya seadanya. Atau, jangan sampai sumber daya
didapatkan dari proses yang berisiko. Apa yang dilakukan para bupati
yang ditangkap KPK adalah proses pencarian sumber daya yang salah dan
berisiko.
Orang-orang cerdas selalu memiliki cara
untuk meraih tujuan hidupnya dengan jalan paling efektif, hasil paling
optimal, dan risiko yang bisa dikelola. Dilan sangat mengerti pahitnya
sebuah putus cinta; dia memilih meminggirkan tawaran kemasyhuran di
antara teman-teman geng motornya. Para bupati itu karenanya tak cukup
cerdas dan percaya diri, untuk mendapat aktualisasi, dan memberi
kontribusi kepada publik tanpa melalui jabatan politik. Karenanya mereka
memilih bertempur di medan politik pilkada dengan segala risikonya,
termasuk melakukan korupsi. Sebuah pertempuran yang tak layak
diperjuangkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar