PT SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR - SAAT ini, jika kita berpikir mengenai orang terkaya
di dunia, yang muncul dalam pikiran kita umumnya adalah Bill Gates, Jeff
Bezos, Warren Buffet, Mark Zuckerberg atau seorang pangeran dari negara
Arab. Tetapi orang terkaya yang pernah tercatat dalam sejarah ternyata
adalah seorang penguasa Afrika bernama Musa Keita I.
Musa adalah seorang Mansa, gelar seperti sultan atau kaisar,
Kerajaan Mali di abad ke-14. Lahir pada 1280, Mansa Musa memperluas
wilayah kerajaannya dengan menaklukkan 24 kota dan wilayah sekitarnya.
Saat dia meninggal dunia, jumlah kekayaan Mansa Musa diperkirakan
mencapai lebih dari USD400 miliar atau sekira Rp5.339 triliun. Jumlah
ini jauh lebih besar dari harta kekayaan seluruh anggota keluarga
Rothschild yang diperkirakan ‘hanya’ mencapai USD350 miliar, Muammar
Gaddafi dengan USD200 miliar dan Bill Gates yang memiliki USD168 miliar.
Namun, jumlah itu hanyalah perkiraan karena tidak ada yang tahu
pasti berapa jumlah harta Mansa Musa yang sebenarnya. Jacob Davidson
dari majalah Time menulis: "benar-benar tidak ada cara untuk memberi
angka akurat pada kekayaannya."
Mansa Musa mendapatkan kekayaannya dari tambang emas dan garam di
wilayah Afrika Barat. Di bawah kepemimpinan Musa, Kerajaan Mali
didirikan dari sisa-sisa Kekaisaran Ghana mencapai puncak kejayaannya
dengan wilayah yang membentang seluas 2.000 mil di sepanjang Afrika
Barat, dari Samudera Atlantik ke Timbuktu, termasuk bagian dari Chad,
Pantai Gading, Gambia, Guinea, Guinea-Bissau, Mali, Mauritania, Niger,
Nigeria, dan Senegal.
Selain menggabungkan banyak kota, terutama Timbuktu dan Gao, di
bawah pemerintahannya, Mansa Musa juga mengumpulkan upeti dari banyak
wilayah lainnya. Di saat Eropa berjuang untuk bertahan dari kelaparan,
wabah, dan perang kaum aristokrat, kerajaan-kerajaan Afrika justru
berkembang pesat.
Dalam adat Bangsa Mali, seorang raja harus menunjuk seorang wakil
setiap kali dia melakukan ibadah haji ke tanah suci Makkah atau jika dia
melakukan perjalanan panjang lain. Jika raja tidak kembali, wakilnya
yang ditunjuk akan mengambil alih takhta.
Hal itu terjadi pada pendahulu Musa, Mansa Abubakari Keita II
yang memulai pencarian untuk menemukan ujung Samudra Atlantik dan
tidak pernah terdengar lagi. Sebelum mengambil alih takhta di tahun
1312, Musa I mengirimkan 2.000 kapal untuk mencari Abubakari Keita II.
Ketika tidak ada yang kembali, semua orang sepakat bahwa Musa I adalah
Mansa Mali yang sah.
Kekayaan Mansa Musa I hanyalah satu bagian dari warisannya. Dengan
mengendalikan rute perdagangan penting antara pantai Mediterania dan
Afrika Barat, Mansa Musa menjadikan Timbuktu sebagai pusat kebudayaan
dan pembelajaran Islam.
Dia membayar arsitek Andalusía dengan 200 kg emas untuk membangun
Masjid Djinguereber, yang masih berdiri sampai hari ini. Mansa Musa
juga mendirikan Universitas Timbuktu untuk menarik para ilmuwan dan
seniman dari seluruh dunia Islam. Di dalam Kekaisarannya, Mansa Musa I
mendorong urbanisasi dengan mendanai sekolah dan masjid.
Mansa Musa Saya pertama kali menarik perhatian dunia pada tahun
1324 saat dia melakukan ibadah haji ke Makkah. Dalam bukunya “Kisah
sang Pencari” pelajar Muslim Afrika, Mahmud Kati menuliskan mengenai
peristiwa yang mendorong Musa I untuk berhaji.
Kati menulis bahwa Mansa Musa merasa bersalah karena telah
menewaskan ibunya, Nana Kankan, secara tidak sengaja. Musa merasakan
penyesalan yang mendalam, bertobat dan takut akan pembalasan yang akan
diterimanya di hari akhir.
Untuk menebus kesalahan itu, Musa memberikan sumbangan dalam
jumlah sangat besar dan memperkuat niatnya untuk berpuasa seumur hidup.
Dia juga bertanya kepada ulama terkemuka di masanya, mengenai apa yang
bisa dia lakukan untuk menebus dosa besarnya tersebut. Ulama itu
menjelaskan bahwa Musa harus meminta pengampunan pada Nabi Allah dan
meminta perlindungannya.
“Anda harus mencari perlindungan dengan Nabi Allah, semoga Tuhan
memberkati dan menyelamatkannya. Pergilah kepadanya, letakkan dirimu di
bawah perlindungannya, dan mintalah dia untuk bersyafaat untukmu dengan
Tuhan, dan Tuhan akan menerima syafaatnya," demikian ditulis Kati
dalam bukunya.
Maka pergilah Mansa Musa I menempuh perjalanan sejauh 4.000 mil ke
Makkah bersama dengan iring-iringan yang menunjukkan kekayaannya yang
luar biasa. Para sejarawan menceritakan iring-iringan Mansa Musa terdiri
dari puluhan ribu prajurit, warga sipil dan budak dengan karavan yang
memanjang sejauh mata memandang.
Bersama Musa juga turut ikut istrinya, Inari Konte, 500 pelayan
perempuan Istrinya, 500 pembawa berita berpakaian sutra dan bertongkat
emas serta kuda dan unta yang membawa emas batangan.
Dia membangun masjid di sepanjang perjalanannya termasuk masjid
di Dukurey, Gundam, Direy, Wanko, dan Bako yang sebagian besar masih
berdiri sampai sekarang. Diceritakan, ketika dia sampai di Alexandria,
Mesir, Mansa Musa menghabiskan begitu banyak uang, memberikan emas
pada rakyat miskin, membeli makanan untuk pengikutnya dan membeli
suvenir untuk dibawa pulang ke rumah.
Saking banyaknya uang yang dihabiskan di sana, Musa menyebabkan
inflasi hebat di Alexandria yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
dipulihkan. Penguasa Mali itu membutuhkan waktu lebih dari setahun
untuk menyelesaikan perjalanannya dan kembali ke Mali.
Akhir hidup Mansa Musa I menjadi perdebatan di kalangan ahli
sejarah dan pelajar Arab yang mencatat sejarah Mali. Beberapa catatan
menyebutkan Mansa Musa I berkuasa selama 25 tahun sampai dia meninggal
pada 1332, sementara catatan lain menyatakan sang sultan berniat
turun tahta dan menyerahkan sepimpinan Mali kepada putranya Maghan,
tetapi dia meninggal tidak lama setelah kembali dari ibadah haji di
Makkah pada 1325.
Sedangkan, menurut kesaksian dari sejarawan Arab, Ibnu Khaldun,
Mansa Musa masih hidup saat Kota Tlemcen di Aljazair ditaklukkan pada
1337. Ibnu Khaldun mengatakan, Mansa Musa mengirimkan utusan ke
Aljazair untuk memberi selamat atas kemenangan yang diraih para
penakluk kota.
baca juga : pt solid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar