Kamis, 10 Agustus 2017

PT SOLID GOLD BERJANGKA | Alasan Susi Tenggelamkan Kapal Asing: Kita Harus Ekstrem!

PT SOLID GOLD BERJANGKA - Laut adalah masa depan bangsa. Visi tersebut berulang kali didengungkan oleh seorang Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak awal pemerintahan Kabinet Kerja berjalan.

Tak salah memang, lantaran laut merupakan sesuatu yang paling luas dimiliki oleh Indonesia. Sudah terlalu lama Indonesia membiarkan laut, memunggungi laut, padahal ada banyak sumber daya yang bisa didapat dari laut yang dimiliki oleh Indonesia, mulai dari perikanan, energi, hingga pariwisata.

Sejak awal menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi telah melahirkan banyak terobosan yang kontroversial, ada yang suka dan juga tidak. Kebijakannya bahkan kerap dipolitisasi, dikatakan menghambat bisnis hingga mempersulit nelayan.

Satu hal yang paling diingat ketika mendengar nama Susi Pudjiastuti adalah tenggelamkan. Jargon tersebut menjadi andalannya untuk mengusir kapal-kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia. Menenggelamkan kapal dengan cara meledakkannya adalah sesuatu yang cukup ekstrem. Bayangkan berapa biaya yang diperlukan untuk membuat satu buah kapal dengan ukuran 70 gross tonage (GT) hingga 300 GT.

Namun, Susi punya alasannya. Penenggelaman kapal menjadi cara yang paling efektif untuk mengusir kapal-kapal pencuri ikan tersebut. Ia menyebut, kapal-kapal tersebut telah lama menikmati hasil laut Indonesia dan membuat rumah tangga nelayan sampai kehilangan mata pencahariannya. Jumlah ikan yang ditangkap minimal 40% dari total berat kapal. Lantas tidak salah kemudian berpikir ada berapa rupiah atau bahkan dolar yang melayang dari hilangnya ikan-ikan yang dicuri oleh asing tersebut.

"Ya, kadang-kadang kelihatan kok bagaimana ya, kok sekarang jadi begitu esktrem. Memang kita harus ekstrem. Apa yang dilakukan negara-negara ini selama ini juga sangat ekstrem terhadap sumber daya laut kita. Ke nelayan juga luar biasa, kita kehilangan 1,6 juta itu turun, hanya tinggal 800 ribu saja rumah tangga nelayan. Karena apa? Karena jadi nelayan, sudah tidak menguntungkan lagi. 115 eksportir (ikan) sensus 2003-2013 itu tutup. Jadi banyak orang tidak tahu itu, tidak dimuat," kata Susi saat memberikan arahan kepada stakeholder di SKPT Selat Lampa, Natuna, Senin (7/8/2017).

Selain itu, beredarnya kapal ikan asing di laut Indonesia juga kerap menjadi kamuflase aktivitas ilegal lainnya selain mencuri ikan, baik dengan cara yang merusak lingkungan sekalipun. Ada penyelundupan barang, pengedaran narkoba hingga perdagangan manusia.

Barangkali hal inilah yang akhirnya membuat Presiden Jokowi akhirnya menyetujui wacana penenggelaman kapal yang diajukan Susi. Jokowi bahkan menerbitkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 yang memasukkan perikanan tangkap dalam daftar negatif investasi (DNI) untuk asing. 

"Laut satu-satunya yang kita berdaulat 100%. Itu karena, ya kebetulan saya keras kepala, Pak Presidennya punya komitmen, cocoklah, jadilah itu Perpres 44, yang di era globalisasi ini, kita ternyata bisa membalikkan untuk berdaulat penuh atas sumber daya alam perikanan kita. Saya pikir itu satu kemenangan luar biasa," ungkap Susi.

Wanita asal Pangandaran tersebut bahkan mengaku telah menerima surat dari Konsulat Vietnam, untuk minta perlindungan 2.500 kapal Vietnam yang ada di laut Natuna.


"Vietnam itu dulu kapalnya saja di laut Natuna ada 2.500. Belum Thailand, mereka kapalnya rata-rata 70 GT, 120 GT. Ya tidak boleh lagi itu melaut di laut kita," tuturnya.

Laut Natuna menjadi salah satu wilayah yang paling sering menjadi incaran para kapal asing pencuri ikan tersebut. Tercatat dalam kurun waktu kurang dari dua tahun terakhir saja, ada 64 kapal yang ditangkap di perairan Natuna. 

"Bagaimana orang Natuna hidup, hidup dikelilingi laut, tapi cari makan ikan saja susah. Ini persoalan, nanti bangsa kita makan kurang protein, bodoh. Kualitasnya rendah, sekolah banyak dibangun, otaknya bahan bakunya jelek, ya mau bagaimana pintar. Ini yang harus menjadikan kita semua sadar," jelas Susi.

"Kita bangsa besar bukan bangsa kecil. Pengelolaan yang salahlah yang telah menyebabkan kita seperti ini sekarang. Kita harus kejar ketinggalan kita dengan perubahan yang ekstrem. Kalau tidak, ya tidak bisa maju negeri kita," sambungnya.


Susi mengakui, kebijakannya dalam memerangi Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing kerap dipolitisisasi oleh sebagian orang. Namun ia berujar, pihak-pihak yang resah tersebut justru merupakan bagian dari para mitra kapal asing pencuri ikan tersebut.

"Sekarang, saya lakukan pemberantasan illegal fishing, ada perusahaan yang tutup, tidak lebih dari 20. Mereka bukan perusahaan, agen-agen saja dari kapal asing, yang berpura-pura bikin coldstorage tapi tidak pernah jalan, yang istilahnya hanya sekedar pemenuhan daripada peraturan," ungkapnya.

"Saya tidak mau fasillitas negara ini sampai jatuh ke tangan yang tidak berhak. Bapak dan Ibu semua wajib punya komitmen. Kali ini saja coba di laut urusan kita beres. Negara kita negara besar, penduduknya 250 juta, nomor 5 di dunia. Tapi ekonomi kesejahteraan rakyat kita tidak mencerminkan keberadaan sumber daya alam, apa lagi kalau kita bicara laut. Karena apa? Karena kesalahan kita dalam mengelola dan menjaga," imbuhnya.

Kini kapal-kapal asing tersebut telah dilarang 100% untuk berada di laut Indonesia, termasuk eks kapal asing sekalipun. Direktorat Perhubungan Laut tidak berhak dan tidak boleh lagi mensertifikasi atau mengukur gros akte kapal ikan eks asing untuk melaut di perairan Republik Indonesia.


"Kapal ikan eks asing sudah tidak boleh jalan melaut di laut kita. Kecuali aturan kita diubah. Sampai hari ini tidak dan saya pikir selama pemerintahan pak Jokowi, itu tidak akan diubah," pungkasnya.

LIHAT JUGA : SOLID GOLD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar