PT SOLID GOLD BERJANGKA - Laut adalah masa depan bangsa. Visi tersebut berulang kali didengungkan
oleh seorang Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan yang
ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak awal pemerintahan Kabinet
Kerja berjalan.
Tak salah memang, lantaran laut merupakan sesuatu yang paling luas
dimiliki oleh Indonesia. Sudah terlalu lama Indonesia membiarkan laut,
memunggungi laut, padahal ada banyak sumber daya yang bisa didapat dari
laut yang dimiliki oleh Indonesia, mulai dari perikanan, energi, hingga
pariwisata.
Sejak awal menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi telah
melahirkan banyak terobosan yang kontroversial, ada yang suka dan juga
tidak. Kebijakannya bahkan kerap dipolitisasi, dikatakan menghambat
bisnis hingga mempersulit nelayan.
Satu hal yang paling diingat ketika mendengar nama Susi Pudjiastuti
adalah tenggelamkan. Jargon tersebut menjadi andalannya untuk mengusir
kapal-kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia. Menenggelamkan kapal
dengan cara meledakkannya adalah sesuatu yang cukup ekstrem. Bayangkan
berapa biaya yang diperlukan untuk membuat satu buah kapal dengan ukuran
70 gross tonage (GT) hingga 300 GT.
Namun, Susi punya alasannya. Penenggelaman kapal menjadi cara yang
paling efektif untuk mengusir kapal-kapal pencuri ikan tersebut. Ia
menyebut, kapal-kapal tersebut telah lama menikmati hasil laut Indonesia
dan membuat rumah tangga nelayan sampai kehilangan mata pencahariannya.
Jumlah ikan yang ditangkap minimal 40% dari total berat kapal. Lantas
tidak salah kemudian berpikir ada berapa rupiah atau bahkan dolar yang
melayang dari hilangnya ikan-ikan yang dicuri oleh asing tersebut.
"Ya, kadang-kadang kelihatan kok bagaimana ya, kok sekarang jadi begitu
esktrem. Memang kita harus ekstrem. Apa yang dilakukan negara-negara ini
selama ini juga sangat ekstrem terhadap sumber daya laut kita. Ke
nelayan juga luar biasa, kita kehilangan 1,6 juta itu turun, hanya
tinggal 800 ribu saja rumah tangga nelayan. Karena apa? Karena jadi
nelayan, sudah tidak menguntungkan lagi. 115 eksportir (ikan) sensus
2003-2013 itu tutup. Jadi banyak orang tidak tahu itu, tidak dimuat,"
kata Susi saat memberikan arahan kepada stakeholder di SKPT Selat Lampa,
Natuna, Senin (7/8/2017).
Selain itu, beredarnya kapal ikan asing di laut Indonesia juga kerap
menjadi kamuflase aktivitas ilegal lainnya selain mencuri ikan, baik
dengan cara yang merusak lingkungan sekalipun. Ada penyelundupan barang,
pengedaran narkoba hingga perdagangan manusia.
Barangkali hal inilah yang akhirnya membuat Presiden Jokowi akhirnya
menyetujui wacana penenggelaman kapal yang diajukan Susi. Jokowi bahkan
menerbitkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44
Tahun 2016 yang memasukkan perikanan tangkap dalam daftar negatif
investasi (DNI) untuk asing.
"Laut satu-satunya yang kita berdaulat 100%. Itu karena, ya kebetulan
saya keras kepala, Pak Presidennya punya komitmen, cocoklah, jadilah itu
Perpres 44, yang di era globalisasi ini, kita ternyata bisa membalikkan
untuk berdaulat penuh atas sumber daya alam perikanan kita. Saya pikir
itu satu kemenangan luar biasa," ungkap Susi.
Wanita asal Pangandaran tersebut bahkan mengaku telah menerima surat
dari Konsulat Vietnam, untuk minta perlindungan 2.500 kapal Vietnam yang
ada di laut Natuna.
"Vietnam itu dulu kapalnya saja di laut Natuna ada 2.500. Belum
Thailand, mereka kapalnya rata-rata 70 GT, 120 GT. Ya tidak boleh lagi
itu melaut di laut kita," tuturnya.
Laut Natuna menjadi salah satu wilayah yang paling sering menjadi
incaran para kapal asing pencuri ikan tersebut. Tercatat dalam kurun
waktu kurang dari dua tahun terakhir saja, ada 64 kapal yang ditangkap
di perairan Natuna.
"Bagaimana orang Natuna hidup, hidup dikelilingi laut, tapi cari makan
ikan saja susah. Ini persoalan, nanti bangsa kita makan kurang protein,
bodoh. Kualitasnya rendah, sekolah banyak dibangun, otaknya bahan
bakunya jelek, ya mau bagaimana pintar. Ini yang harus menjadikan kita
semua sadar," jelas Susi.
"Kita bangsa besar bukan bangsa kecil. Pengelolaan yang salahlah yang
telah menyebabkan kita seperti ini sekarang. Kita harus kejar
ketinggalan kita dengan perubahan yang ekstrem. Kalau tidak, ya tidak
bisa maju negeri kita," sambungnya.
Susi mengakui, kebijakannya dalam memerangi Illegal Unreported and
Unregulated (IUU) Fishing kerap dipolitisisasi oleh sebagian orang.
Namun ia berujar, pihak-pihak yang resah tersebut justru merupakan
bagian dari para mitra kapal asing pencuri ikan tersebut.
"Sekarang, saya lakukan pemberantasan illegal fishing, ada perusahaan
yang tutup, tidak lebih dari 20. Mereka bukan perusahaan, agen-agen saja
dari kapal asing, yang berpura-pura bikin coldstorage tapi tidak pernah
jalan, yang istilahnya hanya sekedar pemenuhan daripada peraturan,"
ungkapnya.
"Saya tidak mau fasillitas negara ini sampai jatuh ke tangan yang tidak
berhak. Bapak dan Ibu semua wajib punya komitmen. Kali ini saja coba di
laut urusan kita beres. Negara kita negara besar, penduduknya 250 juta,
nomor 5 di dunia. Tapi ekonomi kesejahteraan rakyat kita tidak
mencerminkan keberadaan sumber daya alam, apa lagi kalau kita bicara
laut. Karena apa? Karena kesalahan kita dalam mengelola dan menjaga,"
imbuhnya.
Kini kapal-kapal asing tersebut telah dilarang 100% untuk berada di laut
Indonesia, termasuk eks kapal asing sekalipun. Direktorat Perhubungan
Laut tidak berhak dan tidak boleh lagi mensertifikasi atau mengukur gros
akte kapal ikan eks asing untuk melaut di perairan Republik Indonesia.
"Kapal ikan eks asing sudah tidak boleh jalan melaut di laut kita.
Kecuali aturan kita diubah. Sampai hari ini tidak dan saya pikir selama
pemerintahan pak Jokowi, itu tidak akan diubah," pungkasnya.
LIHAT JUGA : SOLID GOLD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar