Di sisi lain, rendahnya harga ini membuat gula mereka belum juga laku dan masih tersimpan di gudang pabrik gula (PG).
Di depan Istana Negara, mereka meluapkan kekesalannya dengan membuang gula rafinasi impor di jalanan. Gula putih tersebut dilempar ke jalanan dengan tangan dari karung seberat 100 kg. Sesekali, gula yang sudah berserakan di jalanan ini dipungut untuk kemudian dilempar kembali ke jalanan.
Sekjen
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Khabsyin,
mengungkapkan aksi buang gula ke jalanan delan Istana Negara ini sebagai
bentuk protes petani atas rembesan gula rafinas impor. Masuknya gula
rafinasi ke pasar, jadi salah satu kontributor terbesar jatuhnya harga
gula lokal petani.
“Itu petani tebu dari Kudus. Kesal harga gula sudah terlalu rendah. Kita ingin agar ada pengawasan ketat untuk gula rafinasi impor, ini kan sudah bertahun-tahun tapi masih saja terjadi,” kata Khabsyin ditemui di Silang Monas, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Menurut aturan, rafinasi sendiri merupakan gula yang hanya diperuntukkan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman (mamin), dan dilarang dijual bebas di pasaran. Rafinasi merupakan gula yang diproses PG dalam negeri dari raw sugar atau gula mentah yang diimpor.
“Saat ini banyak rembesan gula rafinasi di beberapa daerah. Hal ini menunjukan bahwa ada kelebihan jumlah gula yang diimpor. Untuk itu kami minta pelaku perembesan ditindak tegas. Jumlah impor harus dikurangi sebatas kebutuhan saja,” ungkap Khabsyin.
Ribuan petani ini datang dari sejumlah daerah sentra tebu di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Setelah dari Istana Negara, demo akan dilanjutkan hingga sore hari di depan Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan.
Tuntutan lainnya selain pengetatan peredaran gula rafinasi, mereka juga menuntut harga gula bisa diperbaiki, setidaknya Rp 11.000/kg di tingkat petani.
baca juga : pt solid gold berjangka - belum ada gol di old trafford
Tidak ada komentar:
Posting Komentar