PT SOLID BERJANGKA MAKASSAR - Usulan Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk mengganti nama negara Filipina menjadi 'Maharlika' demi
menegaskan identitas nasional, menuai polemik. Pakar sejarah menyebut
kata 'Maharlika' telah disalahartikan sejak lama. Lantas apa arti
sebenarnya?
Seperti dilansir media lokal Filipina, Philstar.com, Kamis (14/2/2019), sejumlah sejarawan Filipinaberusaha memberikan penjelasan soal salah terjemahan untuk kata 'Maharlika' yang oleh Duterte disebut berarti 'bangsawan'.
Diketahui
bahwa Filipina dijajah oleh Spanyol selama lebih dari 300 tahun. Nama
negara Filipina berasal dari nama Raja Spanyol Philip II yang berkuasa
antara tahun 1556 hingga 1598 silam. Duterte menyebut penggantian nama menjadi 'Maharlika' bertujuan untuk
menghilangkan keterkaitan kolonialisme pada nama negara Filipina. Juru
bicara kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, menyebut nama 'Maharlika'
dari kata Melayu dipilih untuk merefleksikan identitas Melayu dari
warga Filipina.
Sejarawan Xiao Chua yang juga seorang asisten Guru Besar De La Salle
University menyebut pemahaman kata 'Maharlika' sebagai bangsawan telah
menjadi kesalahpahaman umum yang disebabkan oleh 'salah terjemahan' pada
teks-teks sejarah Filipina.
"Dalam Blair and Robertson,
Maharlika salah diterjemahkan sebagai bangsawan," sebut Xiao Chua yang
merupakan sejarawan Filipina keturunan China, kepada Philstar.com. "Ketika kita membaca Bahasa Inggrisnya, kita berpikir bangsawan berarti berdarah kerajaan (darah biru)," imbuh Chua.
'Blair and Robertson' merupakan sebutan lain untuk dokumen sejarah 'The Philippine Islands'
yang dipublikasikan tahun 1903-1909. Dokumen sejarah sebanyak 55 edisi
itu diterjemahkan oleh Emma Helen Blair dan James Alexander Robertson,
yang merupakan Direktur Perpustakaan Nasional Filipina tahun 1910-1916.
Keduanya menerjemahkan dokumen sejarah itu dari bahasa Spanyol ke bahasa
Inggris.
"Tapi William Henry Scott, seorang pakar antropologi
dan sejarawan, menyebut ini salah karena apa yang terjadi adalah, warga
Amerika yang menerjemahkan dokumen-dokumen berbahasa Spanyol diketahui
salah diterjemahkan, meskipun pada akhirnya dibetulkan," tutur Chua
dalam penjelasannya. Scott yang meninggal dunia tahun 1993 lalu, telah
mempelajari sejarah dan komunitas pra-Hispanik di Filipina hingga akhir
hayatnya.
"Ketika Anda menyebut seseorang itu bangsawan, Anda menyebut 'dugong bughaw' (darah biru), Anda bahkan punya lagu-lagu yang diciptakan saat masa Darurat Militer yang berbunyi 'ako ay Pilipino, may dugong Maharlika' (saya orang Filipina, dengan darah Maharlika)," imbuhnya.
Dijelaskan
lebih lanjut oleh Chua bahwa 'Maharlika' sebenarnya berarti 'seseorang
yang bebas'. "Orang-orang berpikir, kita ingin nama itu, itu nama yang
diromantisir, anggota kerajaan. Tidak, itu (artinya) hanya orang biasa
yang bebas," tegas Chua.
Penjelasan senada disampaikan sejarawan
dari Komisi Budaya dan Seni Nasional Filipina, Dr Rolando Borrinaga,
dalam keterangan seperti dilansir media lokal Filipina, ABS-CBN News.
Borrinaga menegaskan bahwa 'Maharlika' sebenarnya berarti 'orang bebas'
namun telah salah diterjemahkan sebagai kaum bangsawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar