SOLID GOLD MAKASSAR - Ballo (Bahasa Makassar, dalam Bahasa Bugis disebut Tua’) adalah cairan yang diperoleh dari pohon Lontar melalui proses penyadapan.
Minuman ini sudah dikenal sejak zaman I La Galigo, jauh sebelum
Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone, dan kerajaan lainnya di Sulawesi muncul.
Belum diperoleh kesepakatan oleh ahli sejarah, kapan orang Bugis-Makassar-Mandar-dan Toraja mulai mengenal ballo’.
Dalam
berbagai literatur tentang cerita tradisi Bugis-Makassar, ballo’
menjadi sajian pelengkap kaum bangsawan menyambut tetamu. Ia kerap
ditandemkan dengan daun Sirih.
Ballo’ atau Tua’ dikenal di seluruh wilayah Sulsel, hingga pelosok
desa. Di mana ada Pohon Lontar berdiri, berarti di situ berpotensi besar
menghasilkan ballo atau tua'.
Ballo’ Te’ne’ dijajakan di Jeneponto, di sepanjang Jl Poros Makassar-Jeneponto. Awalnya ballo te'ne ini dijajakan dalam botol bekas air mineral.
Lalu, sekitar tahun 2008, aktivis asal Jeneponto mendirikan Paguyuban Lontara Sakti yang menghimpun“pengusaha” dan “produsen” ballo di butta turaatea.
Lewat Paguyuban Lontara Sakti ini, Mukhtar
memprakarsai hadirnya ballo dalam kemasan khusus, . Mukhtar Tompo yang
juga anggota DPRD Sulsel Periode 2009-2014 dan anggota DPR RI periode
2014-2019 ini, bekerja sama dengan sejumlah intansi untuk memberdayakan
petani penghasil ballo.
Proses Penyadapan
Pohon
Lontar bisa disadap untuk menghasilkan ballo’ setiap saat. Pangkal cikal
bakal buah (bunga) Lontar dipotong. Lalu batang bambu sepanjang sekitar
30 centimeter diikatkan di bawah potong pangkal tandan. Nah, cairan
yang keluar dari tandan itulah yang ditampung di tabung bambu.
Jika cairan itu tidak dicampurkan dengan bahan apapun, ia akan tetap manis dan menjadi ballo te'ne atau tua' cenning.
Untuk menghasilkan ballo' Kaccih atau Tua’ Pai’ (yang pahit), dicampurkan getah pohon lainnya.
Biasanya dimasukkan potongan batang pohon duwet, dalam Bahasa
Bugis-Makassar disebut “Coppeng” atau “Caloppeng”, beberapa centimeter
untuk menghasilan ballo' Kaccih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar