SOLID GOLD MAKASSAR - Lain padang, lain belalang. Saudara kita di Kabupaten Pegunungan Arfak
(Pegaf), Papua Barat punya adat dan kebiasaan unik bagi yang baru
mengetahuinya.
Orang Pegaf masih membawa parang hingga panah setiap harinya. Jangan
heran jika menemui penduduk terutama laki-laki memegang parang ketika di
jalan. Sapalah dengan senyum dan mereka akan membalasnya.
Kebiasaan membawa senjata itu berdasar cerita beredar, yakni pada
awal-awal misionaris ada di Pegaf tidak diterima keberadaannya lalu
dibunuh. Lalu mereka dikutuk dan diharuskan membawa parang tiap keluar
rumah.
Menikah adalah hal sakral di manapun tak terkecuali bagi Suku Arfak.
Bagi laki-laki yang tak cukup memiliki uang membayar mahar bisa
berutang, ditandai dengan si laki-laki yang akan bekerja di kebun atau
ladang.
Mas kawin bagi Suku Arfak pun nggak main-main, seperti senjata api dari
masa perang Belanda dan Jepang. Uang ratusan juta sampai setengah miliar
rupiah dibelanjakan kain berpuluh-puluh lembar, manik-manik, babi,
hingga smartphone terbaru.
Salah satu mahar yang paling mahal yakni kain tenun Pulau Timor bermata dua, harganya sampai Rp 50 juta.
Bagi Suku Arfak di Danau Anggi Gida, menjinakkan anjing yang telah
memakan ayam dengan diikat satu kaki depannya. Fungsinya agar tak lagi
mengejar ayam. Kalau babi ditusuk matanya biar jinak pula.
Pejalan kaki yang tangguh. Dulu, orang Suku Arfak dikenal sebagai orang
paling tangguh dan bisa jalan kaki beratus-ratus kilometer. Dari Anggi
biasanya butuh waktu seminggu berjalan kaki menembus hutan hingga ke
Manokwari hanya untuk menjual hasil ladang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar