SOLID GOLD MAKASSAR - Jiwa seni bisa dimiliki oleh siapapun termasuk Muhammad Santoso
Rahawarin (48) yang kesehariannya berprofesi sebagai seorang tambal ban
di Kota Semarang. Dia mampu mengubah limbah dari ban bekas karya seni
yang bernilai ekonomis.
"Sekitar tahun 2014 lalu, saya lihat potongan-potongan kecil-kecil ban. Saya coba susun di ubin, kok jadinya bagus, bentuk pohon, orang," kata Santoso sembari mengutak-atik ban motor pelanggannya yang bocor saat ditemui di kios tambal bannya sekaligus rumahnya di Jalan Noroyono tepat di pinggir rel kereta daerah Kokrosono
"Sekitar tahun 2014 lalu, saya lihat potongan-potongan kecil-kecil ban. Saya coba susun di ubin, kok jadinya bagus, bentuk pohon, orang," kata Santoso sembari mengutak-atik ban motor pelanggannya yang bocor saat ditemui di kios tambal bannya sekaligus rumahnya di Jalan Noroyono tepat di pinggir rel kereta daerah Kokrosono
Seketika itu, ayah dua anak tersebut langsung berpikiran membuat lukisan
wayang dari limbah ban. Dia membuat dengan ukuran 80 cm x 110 cm. Sudah
5 lukisan yang dibuatnya. Ternyata karyanya isengnya itu ada yang laku
dengan harganya cukup tinggi.
"Bikin lukisan Gareng, Petruk, Bagong, Bima, Arjuna. Yang Bima sudah
laku, lumayan, Rp 3 juta. Bukan saya yang kasih harga, yang beli
sendiri," ujarnya.
November 2016, Santoso diundang oleh seniman limbah di Kota Lama
Semarang. Di sana ia mendapatkan bimbingan dan ide agar membuat seni 3
dimensi dari ban dan diberi waktu 2 minggu.
"Saya mikir sambil melilit-lilit bekas ban di tangan, pelan-pelan, jadi bentuk kepala, coba lagi jadi bentuk badan, terus ada dop sisa, jadi kaki. Pertama kali itu bentuknya seperti penari pendet," katanya.
Meski hasil seni berupa figure dari ban itu berukuran kecil, ternyata pembimbingnya suka karena semua bahan dari limbah yang berhubungan dengan ban. Sejak saat itulah Santoso produktif membuat berbagai bentuk benda dari ban di sela kegiatannya tambal ban.
"Saya mikir sambil melilit-lilit bekas ban di tangan, pelan-pelan, jadi bentuk kepala, coba lagi jadi bentuk badan, terus ada dop sisa, jadi kaki. Pertama kali itu bentuknya seperti penari pendet," katanya.
Meski hasil seni berupa figure dari ban itu berukuran kecil, ternyata pembimbingnya suka karena semua bahan dari limbah yang berhubungan dengan ban. Sejak saat itulah Santoso produktif membuat berbagai bentuk benda dari ban di sela kegiatannya tambal ban.
Belajar dari Seniman Amerika
Berbagai bentuk yang berhasil dibuat Santoso yaitu mulai dari macam-macam serangga, kendaraan, dan orang. Ukurannya kecil-kecil dan cukup laku di pameran seni dan beberapa orang atau pelanggan yang datang ke kiosnya. "Yang kecil-kecil ini sehari bisa bikin 25 buah. Bahan selalu ada, banyak," tandasnya.
Tidak hanya jadi pajangan, figure dari ban itu juga dijadikan gantungan kunci dan serutan pensil. Ia juga mencoba membuat figure berukuran sedang dengan tinggi sekitar 30 cm. Bahkan ada yang berbentuk motor yang bisa diubah menjadi robot seperti transformers. Ada juga kostum wayang gatotkaca dengan detail yang rinci.
"Favorit saya yang bentuknya seperti Son Goku dari kartun Dragon Ball ini. Ada yang mau beli enggak saya jual, hehe...," kata Santoso sambil memamerkan figure Son Goku dari ban.
Berbagai bentuk yang berhasil dibuat Santoso yaitu mulai dari macam-macam serangga, kendaraan, dan orang. Ukurannya kecil-kecil dan cukup laku di pameran seni dan beberapa orang atau pelanggan yang datang ke kiosnya. "Yang kecil-kecil ini sehari bisa bikin 25 buah. Bahan selalu ada, banyak," tandasnya.
Tidak hanya jadi pajangan, figure dari ban itu juga dijadikan gantungan kunci dan serutan pensil. Ia juga mencoba membuat figure berukuran sedang dengan tinggi sekitar 30 cm. Bahkan ada yang berbentuk motor yang bisa diubah menjadi robot seperti transformers. Ada juga kostum wayang gatotkaca dengan detail yang rinci.
"Favorit saya yang bentuknya seperti Son Goku dari kartun Dragon Ball ini. Ada yang mau beli enggak saya jual, hehe...," kata Santoso sambil memamerkan figure Son Goku dari ban.
Lelaki tamatan SMA ini sama sekali tidak memiliki latar belakang seni,
baik di keluarga maupun lingkungannya. Santoso melakukannya secara
otodidak. Namun sejak kecil ia memang suka mengutak-atik limbah apapun
menjadi karya seni.
"Dulu daun kering saya ambil, saya kasih kata-kata mutiara, pasang. Gambar, lukis-lukis," ujarnya mengenang.
Kini ia terpacu untuk mengembangkan bakat seninya meski usia tak muda lagi. Santoso pun belajar agar seni ban bekasnya bisa makin bagus dan berharga. Belajarlah ia dari seniman Amerika yang juga membuat patung dari ban bekas. Hanya saja ia tidak bertemu langsung sang seniman, hanya browsing lewat google.
"Dulu daun kering saya ambil, saya kasih kata-kata mutiara, pasang. Gambar, lukis-lukis," ujarnya mengenang.
Kini ia terpacu untuk mengembangkan bakat seninya meski usia tak muda lagi. Santoso pun belajar agar seni ban bekasnya bisa makin bagus dan berharga. Belajarlah ia dari seniman Amerika yang juga membuat patung dari ban bekas. Hanya saja ia tidak bertemu langsung sang seniman, hanya browsing lewat google.
Insiparinya adalah seniman asal California, yakni Blake McFarland, yang
membuat patung berukuran besar dari ban bekas. Santoso pun kini sedang
mencoba membuat patung serigala. "Baru jadi kepalanya, disimpan di
kardus. Dilanjut setelah pindahan," katanya.
Santoso dan anak istrinya memang harus meninggalkan kiosnya dalam waktu dekat jika uang ganti untung dari PT KAI sudah di tangan. Nantinya ia akan meninggalkan profesi tambal bannya dan konsentrasi ke seni ban bekas.
"Saya 25 tahun berkutat dengan ban. Dulu agen jual ban, jadi tambal ban tahun 2010, dan ini seni juga ban, semuanya berhubungan dengan ban," ujarnya.
Ia berharap masa tuanya bisa dihabiskan bersama keluarga dan berseni. Kini hasil karyanya juga mulai dikenal lewat pameran-pameran kesenian. Pembelinya pun tidak hanya dari Semarang namun beberapa daerah di Indonesia juga.
Santoso dan anak istrinya memang harus meninggalkan kiosnya dalam waktu dekat jika uang ganti untung dari PT KAI sudah di tangan. Nantinya ia akan meninggalkan profesi tambal bannya dan konsentrasi ke seni ban bekas.
"Saya 25 tahun berkutat dengan ban. Dulu agen jual ban, jadi tambal ban tahun 2010, dan ini seni juga ban, semuanya berhubungan dengan ban," ujarnya.
Ia berharap masa tuanya bisa dihabiskan bersama keluarga dan berseni. Kini hasil karyanya juga mulai dikenal lewat pameran-pameran kesenian. Pembelinya pun tidak hanya dari Semarang namun beberapa daerah di Indonesia juga.
BACA JUGA : SOLID GOLD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar