SOLID BERJANGKA MAKASSAR - Badan global untuk Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), UNAIDS,
menyoroti belum maksimalnya penanganan penyakit ini di Indonesia. Salah
satu penyebabnya adalah sektor medis yang masih dominan tanpa dukungan
dari aspek lain, misal sosial dan pendidikan.
"Sebetulnya sangat disayangkan karena tes dan obat HIV/AIDS tersedia gratis. Dukungan sektor lain yang masih minim mengakibatkan
tidak banyak masyarakat yang tahu layanan ini," kata Direktur UNAIDS
Indonesia Krittayawan (Tina) Boonto, Senin (3/12/2018).
Tina
membandingkan Indonesia dengan Thailand, yang menerapkan penanganan
HIV-AIDS dengan menyeluruh. Sektor sosial hingga militer mendukung
publikasi dan aktif mengajak masyarakat untuk terapi HIV-AIDS. Bahkan,
di Thailand tidak gratis. Masyarakat masih menanggung sebagian
pembiayaan pengujian dan obat antiretroviral (ARV) untuk terapi HIV-AIDS.
Menurut Tina, penanganan HIV-AIDS di Indonesia stabil cenderung turun.
UNAIDS mencatat Indonesia berhasil menurunkan infeksi HIV baru sebesar
19 persen sepanjang 2010-2017. Angka ini menjadikan Indonesia berada di
posisi yang kurang lebih sama dengan Myanmar, India, dan Vietnam.
Tina
berharap semua sektor bisa terlibat dalam penanganan HIV-AIDS.
Keterlibatan seluruh sektor memungkinkan Indonesia mencapai target 90
persen Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
tahu statusnya, menjalankan pengobatan, dan mampu menekan jumlah virus
dalam tubuh. Bila hanya sektor medis yang terlibat, mustahil Indonesia
bisa mencapai target ini pada 2030.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar