PT SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR – Berkaus
merah muda dengan tulisan ‘Tahanan Siber’, Rizky Surya, Yuspiadin,
Ramdhani, Ronny, dan Muhammad Luthfy tampak santai menjawab pertanyaan
tim detikX yang menemui mereka di gedung Divisi Siber Bareskrim Polri,
Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Kelima laki-laki itu adalah para pegiat
media sosial yang tergabung dalam Muslim Cyber Army (MCA) Family. Mereka
kini mendekam di sel tahanan Bareskrim Polri karena ulah mereka
menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) dan hoax di Facebook.
Para tersangka itu berasal dari wilayah
berbeda. Rizky Surya berasal dari Pangkal Pinang, Yuspiadin dari
Bandung, Ramdhani dari Bali, Ronny asal Palu, dan Muhammad Luthfy
berdomisili di Jakarta Utara.
Bagi Rizky cs, pertemuan dengan para
anggota MCA di Bareskrim itu laksana sedang kopi darat (kopdar). Sebab,
selama ini mereka tidak pernah bertatap muka dan hanya saling sapa di
media sosial.
“Ini tuh pertemuan kita pertama kali.
Jadi kita buat reuni nggak keluar ongkos. Kita reuni dibiayani negara,
ha ha ha. Sebenarnya kami berencana habis Lebaran nanti mau kopdar. Eh,
ternyata sama Bareskrim diawalkan kopdarnya ha ha ha,” ujar Luthfy,
Senin, 5 Maret 2018.
Luthfy menyebut ditangkap polisi pada
Senin, 26 Februari, saat fajar mulai menyingsing. “Saya ditangkap, saya
lagi tidur di atas sajadah. Habis salat subuh,” katanya.
Sewaktu petugas datang, menurut Luthfy,
istrinya yang membukakan pintu. Empat polisi berpakaian preman itu pun
dipersilakan duduk di ruang tamu.
Luthfy, yang baru beranjak dari
mimpinya, hanya bisa pasrah ketika salah seorang polisi menyebutkan
kesalahannya, yakni menyebarkan berita hoax di media sosial. Sejenak
kemudian Luthfy pun berganti pakaian dan bersiap ke kantor polisi
bersama empat polisi yang menjemputnya.
Namun, saat berjalan menuju pintu rumah,
polisi mencegahnya. ”Stop dulu saja, Mas. Mau ke mana? Kita santai dulu
saja, ngopi di depan rumah,” ucap salah satu polisi kala itu seperti
ditirukan Luthfy.
Alhasil, Luthfy dan empat polisi yang
sedang ngopi di teras rumahnya, yang terletak di Sunter Muara, Jakarta
Utara, sempat jadi tontonan warga, termasuk oleh ketua RT setempat.
“Saya sebenarnya sudah punya firasat
tiga hari sebelum penangkapan. Waktu itu saya bermimpi di lempar HP oleh
istri sampai terjatuh. Dalam mimpi itu saya teriak minta tolong dan
ingin jadi orang baik. Mungkin mimpi itu kini terjawab. Saya ditangkap
polisi,” ujar Luthfy mengenang.
Rizky, yang tinggal di Pangkal Pinang,
Provinsi Bangka Belitung, mengaku ditangkap pada hari yang sama saat
akan berangkat ke kantornya. “Saat itu saya bersiap berangkat kerja.
Empat polisi datang ke rumah saya dan menyebutkan kesalahan saya yang
telah menyebar fitnah di medsos,” kata Rizky.
Lain lagi pengalaman Ramdhani, warga
Jakarta yang bekerja di Denpasar, Bali. Pria yang bekerja sebagai
penjaga toko ini sebenarnya sedang libur pada hari penangkapan. Namun
dia akhirnya ke toko setelah dijebak bosnya. “Bos saya hari itu telepon
dan meminta saya datang ke toko. Alasannya, ngobrolin masalah target
penjualan,” ujar Ramdhani.
Namun, saat kaki Ramdhani memasuki toko, dua polisi tidak berseragam memepetnya dan membawanya ke mobil yang sudah terparkir.
Para tersangka penyebar berita hoax yang
ditangkap di sejumlah lokasi itu sempat dititipkan sementara di sel
tahanan Polda Metro Jaya. Mereka disatukan dengan tahanan-tahanan
lainnya.
“Di sel Polda Metro, kami bareng dengan tahanan lain. Ada pelaku pembunuhan, narkoba, serta penipuan,” ujar Ramdhani.
Mereka pun mendapat cemooh dari tahanan
lain begitu tahu kasus yang melilitnya masalah hoax di internet. “Ya,
elo. Kok, masalah copas (copy-paste) doang sampai di sini (tahanan). Elo
kayak gitu nggak ada duitnya juga,” tutur salah satu tahanan seperti
ditirukan Ramdhani.
Selain lima orang tersangka itu,
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengamankan Tara Arsih
Wijayani, dosen tidak tetap Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
serta Bobby Gustiono di wilayah Sumatera Utara. Bobby diduga memiliki
peran sebagai admin sekaligus tim ‘sniper’ MCA.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim
Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan saat ini pihaknya juga sedang
memburu tersangka lain yang terlibat dalam jaringan MCA. Mereka antara
lain perempuan berinisial TM, yang diduga sebagai salah satu konseptor
dalam modus operandi hoax MCA. TM diduga berada di Korea Selatan.
Fadil menyebut konseptor tersebut
merupakan anggota yang tergabung dalam jaringan The Family MCA. Jaringan
ini terdiri atas sembilan admin yang memiliki pengaruh di grup-grup
lain kelompok MCA.
Kelompok ini merupakan anggota inti MCA
yang bertugas mengatur dan merencanakan strategi menyebarkan berita hoax
dan ujaran kebencian. Salah satu kabar bohong yang disebarkan komplotan
ini adalah penyerangan para ulama oleh orang gila yang meresahkan
beberapa waktu lalu. “Mereka (The Family MCA) ini adalah anggota inti,”
ujar Fadil.
Fadil juga mengungkapkan pihaknya masih
memburu Suhendra Purnama. Suhendra, kata Fadil, adalah konseptor lain
kelompok MCA. Ditanya mengenai kedua tersangka tersebut, Luthfy mengaku
tidak mengenal mereka. “Kami hanya tahu karena tidak pernah tatap muka,”
katanya.
Adapun juru bicara UII Yogyakarta,
Karina Utami Dewi, mengakui Tara merupakan dosen di UII sejak 2005, tapi
bukan dosen tetap. Tara mengajar mata kuliah umum bahasa Inggris. “Saat
ini, karena hal tersebut sudah ditangani oleh pihak yang berwajib, UII
menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk melakukan penegakan
hukum,” ucap Karina kepada detikX.
Menurut Fadil, para tersangka dijerat
dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 16 juncto
Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 207 KUHP
Penghinaan terhadap Penguasa atau Badan Umum, dengan ancaman 6 tahun
penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar