PT SOLID BERJANGKA MAKASSAR – Delapan
terdakwa penyelundupan sabu 1 ton dari Taiwan melalui Pantai Anyer pada
27 Agustus 2017 mulai disidangkan pada awal Januari lalu dan terancam
hukuman mati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun sabu yang
diselundupkan para ABK Taiwan terus masuk ke Indonesia. Bahkan skalanya
kian besar.
Pada 7 Februari 2018, kapal Sunrise
Glory, yang mengangkut 1,37 ton sabu, ditangkap kapal TNI AL KRI
Sigorut-864 di laut perbatasan Singapura-Indonesia. Empat ABK Taiwan
ditangkap. Hanya sebulan kemudian, tim gabungan Bareskrim, Badan
Narkotika Nasional, dan Bea-Cukai menciduk empat warga Taiwan yang
menyelundupkan 1,6 ton sabu di perairan Anambas, Kepulauan Riau.
Keberhasilan ini merupakan hasil dari pemantauan lebih dari satu
setengah bulan.
Apakah ketiga peristiwa itu terkait
dalam hal sindikat penyelundup narkoba? Mengapa penyelundupan sabu dalam
jumlah tak terkira itu terus membanjiri Indonesia? “Belum tentu.
Walaupun itu mungkin (tempat) pesan barangnya sama, belum tentu juga
dalam satu jaringan,” ujar Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi
Waseso—sebelum digantikan Irjen Heru Winarko pada 1 Maret lalu.
Beberapa kasus penyelundupan sabu dalam skala besar belakangan ini apakah memiliki keterkaitan?
Begini, sebenarnya korelasi dengan
jaringannya itu adalah satu sama lainnya itu tahu mau ngirim. Kan
pengiriman narkotika ini ada beberapa tempat yang mesti diperiksa,
seperti di Taiwan, China, dan Myanmar. (Terhadap) jaringan pembeli di
Indonesia, mereka sudah tahu, karena produknya dalam satu pabrik. Mereka
saling monitor. Begitu tertangkap satu, mereka langsung masuk yang
lainnya. Jadi sistemnya begitu karena mereka tahu kekuatan kita ini
tidak begitu kuat. Artinya, kita tidak mungkin mengawasi semuanya.
Apakah sudah bisa dipastikan sabu itu berasal dari Taiwan?
Kalau kita melihat produknya, kemasannya
itu antara China atau Taiwan. (Sedangkan penyelundupan sabu yang
ditangkap BNN) itu dari Myanmar. Kita sudah konfirmasikan. Jadi dulu
Myanmar itu mengirim bahan baku mentah ke China berupa daun-daunan,
getah, dan pohon-pohonan dan diolah di China. Tapi sekarang rupanya di
sana (Myanmar) pun mulai membuat.
Apakah Taiwan dan Myanmar bisa dikatakan sebagai pemain baru?
Bukan pemain baru. Dari awal mereka
sudah terlibat. Sebenarnya mereka kan melihat ada pangsa pasar yang
bagus nih di Indonesia. Kalau saya lempar dulu ke China, kan keuntungan
saya kecil. Lebih baik membuat sendiri. Kan, begitu cara berpikir
dagang. Indonesia ini pangsa pasarnya luar biasa. Jadi, kalau ditanya
mulai kapan, ya, sejak dulu. Karena dulu tidak pernah ditangani. Gitu
saja.
Mengapa para bandar narkoba di Myanmar membuat sendiri?
Iya, sekarang kecenderungannya bergeser,
karena persaingan. Begini, mereka yang membuat narkoba itu kan kartel.
Persaingan antarkartel itu terjadi. Dia kalau bisa bikin, kenapa harus
beli, begitu, kan? Karena keuntungannya berlipat. Toh, pangsa pasarnya
ada. Seperti Indonesia, pangsa pasarnya cukup besar. Nah, makanya mereka
kenceng-kencengan.
Di Indonesia itu, hebatnya, tidak ada
pertengkaran jaringan dan pertengkaran kartel. Beda dengan di negara
lainnya. Di seluruh negara itu semua ada persaingan antara jaringan dan
kartel, itu mereka bunuh-bunuhan, karena pangsa pasarnya kecil. Di
Indonesia nggak bisa kita adu domba. Mereka bunuh-bunuhan itu nggak
bisa. Karena apa? Karena nggak ada yang dipersoalkan bagi mereka. Hanya
di satu diskotek, ada lima jaringan yang memasarkan barangnya. Laku,
laku semua! Lima-limanya nggak ada yang nggak laku.
Kalau di Amerika atau di negara mana pun
itu, kalau ada satu diskotek dan ada lima jaringan, itu ada
persaingannya, bisa nggak laku barang mereka. Misalnya ada lima, cuma
satu yang laku, yang empat nggak laku. Nah, itu bedanya. Makanya di
Indonesia ini, penyerapannya luar biasa, karena ada lima ya laku. Yang
bawa 1 kilogram laku, bawa 2 kg laku, bawa 5 kg juga habis. Jadi ya
ketawa-ketawa saja.
Jaringan narkoba yang beroperasi di Indonesia sendiri bagaimana?
Yang sudah terdeteksi oleh kita itu 72 jaringan di sini yang ada
hubungannya dengan Taiwan, China, negara-negara Afrika, India, Pakistan,
Amsterdam (Belanda), dan Jerman. Itu semua membeli barang-barang dari
11 negara penghasil narkotika. Makanya, kita disuplai oleh 11 negara dan
dikendalikan oleh 72 jaringan internasional yang ada di kita.
Sabu berasal dari Myanmar hendak diselundupkan ke daerah mana di Indonesia?
Yang jelas, dia kan mengirimkan ini untuk para pemesannya. Itu yang
sedang kita dalami. Nah, nanti sampai di sini baru disebarluaskan. Kan
begini, ada pembeli global, misalnya saya penampungnya nih. Yang saya
punya jaringan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Saya bagian dari
pemodal-pemodal besarnya itu yang punya di sini. Saya sudah terima
besar. Tapi saya sudah punya jaringan untuk penyebarannya.
BNN sudah mengidentifikasi siapa pemain di Malaysia, Singapura, dan Indonesia? Apakah bisa disebutkan?
Oh, nggak bisa. Dia bisa hilang. Kita kan harus mengikuti terus. Kita
sudah tahu, makanya ini kan Presiden sudah mengatakan, sebenarnya ini
mereka bisa diselesaikan oleh TNI. TNI itu tindak penegakan hukum, ya
kan? Kalau saya ini kenapa nggak bisa? Karena saya harus menemukan
barang bukti yang ada hubungannya dengan dia. Bahkan kita kesulitan
begitu mengikuti terus. Beda kalau TNI. Itu kan musuh negara. Ancaman
bagi negara. Nah sudah, perang, dihabisi saja. Kalau saya pemikirannya
sesederhana itu.
Penegasan kembali, apakah kasus penangkapan di Anyer tahun lalu dan tahun ini masih dalam satu jaringan?
Ini baru kita telusuri terus. Pemetaannya kan nanti baru ketahuan.
Jaringan mereka terus kita pelajari. Begitu ada case itu, langsung kita
bedah. Nah, membedahnya itu nggak mudah. Ini beda dengan kasus kriminal
biasa yang gampang terungkap. Kalau kasus narkoba itu sulit sekali,
melihat dan memetakan lagi jaringannya yang mana, yang bicara soal ini
siapa, bagaimana hubungannya dengan ini, maka terus begitu, itu cara
kerjanya.
Pengirim dan pemesan sabu 1,3 ton dan 1,6 ton satu sindikat?
Belum tentu. Walaupun itu mungkin pesan barangnya sama, belum tentu juga
satu jaringan. Tapi itu pesanannya sudah beda-beda. Ini kan kelihatan.
Kemasannya saja beda.
Warga negara Taiwan yang ditangkap di beberapa kapal pengangkut narkoba itu sebagai kurir atau bagaimana?
Mereka bukan kurir. Mereka kan termasuk jaringan juga. Makanya mereka mengirim sudah berapa kali. Cuma, caranya putus-putus.
Dari rentetan penangkapan dua kasus
besar pengiriman sabu ini, secara urutannya, informasi atau laporan yang
mana dulu yang masuk sehingga tertangkap?
Saya tidak tahu masuk duluan yang mana informasinya, tapi yang jelas
kita sama-sama. Informasi bukan hanya dua itu saja. Informasinya, ada
banyak yang akan masuk. Ya, tapi kan kita lihat yang mana kita bisa
telusuri, terus bagaimana kita menemukan itu awalnya. Jadi sebenarnya
hampir bersamaan, ya. Karena pada saat itu kita dapat informasi terus,
kita bagi tugas. Mana yang ditangani, ditelusuri BNN, mana yang oleh
Direktorat 4 Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, terus kita
sama-sama.
Masalah nanti siapa eksekutornya, ya
terserah siapa saja boleh, ya, kan. Mau Bea-Cukai? Kita kasih, nggak ada
masalah. Toh, yang penting, ini kan keberhasilan negara dalam mengatasi
narkotika. Jadi nggak ada itu keberhasilan siapa-siapa. Jangan terus,
oh itu BNN, itu kepolisian, itu Angkatan Laut, ada Satgasus, bukan itu!
Tapi keberhasilan negara dalam menangani narkotika. Karena kita itu
aparat-aparat negara. Siapa pun dia, baik kepolisian, Angkatan Laut,
BNN, dan lain-lainnya. Keberhasilan dia adalah keberhasilan negara.
Penangkapan mana yang Anda nilai paling dramatis?
Semua penangkapan kita itu hampir semuanya dramatis. Ya, semua
sebenarnya pengintaian kita. Kalau sudah mau penangkapan juga dramatis.
Karena takut salah, takut ada perlawanan. Makanya anggota saya diberi
senjata yang baik untuk perlengkapan. Sekarang baru datang lagi ini
senjata. Scorpion Top, senjata serbu, sudah masuk 500 unit. Saya bilang,
nanti kalau jaringan bandar melawan kita, seneng kita, karena
senjata-senjata kita sudah bagus-bagus.
Dulu jaringan narkoba kecil, bahkan pengiriman lewat jalur tikus. Sekarang berton-ton. Apakah ada perubahan pola pengiriman?
Mereka selalu berubah-ubah, di mana kita tangani itu berubah, mereka
juga mengikuti perkembangan kita. Kenapa saya sekarang nggak pernah
pegang handphone, kan posisi saya selalu diikuti, begitu. Mereka kan
lebih canggih daripada kita. Pembicaraan saya ini kan sudah diikuti oleh
mereka. Itu kan teknologi, jaringan itu selalu mengikuti.
Dalam pemberantasan peredaran narkoba
internasional ini, apakah BNN menempatkan orang atau anggota di
negara-negara produsen narkoba?
Oh, kita belum bisa menempatkan orang karena biaya tidak ada. Kita kan
anggarannya serbaterbatas. Yang jelas, kita sekarang bagaimana merangkul
negara-negara lain, paling tidak mendapatkan informasi. Jaringan yang
kita ungkap ini kan informasinya dari mana. Dari negara China dan Taiwan
juga. Ya, itu kita dapat informasi dari mereka, sama juga dengan dari
Australia. Itu salah satu bukti kita itu memang dibantu. Tapi, kalau
kita menangkap di sana, tidak mungkin, kita menghentikan di sana nggak
mungkin.
Jadi nggak ada tim khusus BNN di negara yang menjadi produsen narkoba?
Tim khusus tidak ada. Kalau kita inginnya ada ya, dan idealnya memang
harus ada. Karena kita bisa mengikuti perkembangan langsung di sana,
tapi itu nggak bisa. Memang beberapa negara sudah menawarkan kepada
kita, “Ayo, Bapak taruh personel di kami, di negara kami.” Tapi kan
memang kita nggak ada biayanya.
Tapi sudah diajukan?
Sudah, ke kementerian sudah, dan ke Presiden. Memang nggak ada duitnya.
Selesai, kan. Tapi yang penting sekarang kita sudah punya Laboratorium
Narkotik Nasional, pelatihan K-9, nanti ada museum untuk edukasi soal
penyalahgunaan narkotika dan tempat rehabilitasi para pengguna narkoba
yang bisa menampung 1.000 orang. Itu semua kita lakukan untuk
kepentingan Indonesia, bukan saya, bukan BNN.
Para pelaku dan pengedar atau bandar
narkoba sudah banyak yang dihukum, malah sudah divonis hukuman mati,
tapi kenapa jaringan mafia masih nekat?
Banyak yang nggak dihukum mati, kok. Data terakhir saya itu ada 80
orang. Ada beberapa tuh yang belum dihukum mati. Biarkan saja, bukan
tanggung jawab saya. Ya, jadi yang lain berani, yang masih nyoba-nyoba
dan belum ketangkap, karena yang sudah ketangkap saja belum dihukum
mati, kan