Solid Gold Makassar - Harga minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) terus turun sejak akhir April 2019, dari kisaran
$66 per barel hingga turun ke kisaran $50 per barel di bulan Juni 2019. Isu pasokan atau suplai
yang melebihi permintaan menjadi faktor pemicu.
Produksi Yang Melimpah
Laporan dari Badan Energi Internasional (IEA) menyebutkan bahwa produksi minyak mentah bakal
melebihi permintaan di tahun 2019. Grafik dari IEA di bawah ini menunjukkan pasokan yang lebih
besar dari permintaan mulai dari 2018-2019.
Badan Administrasi informasi Energi Amerika Serikat (EIA) juga melaporkan produksi minyak
mentah AS yang terus mengukir rekor baru berkat teknologi shale oil-nya. Saat ini AS sudah bisa
memproduksi 12 juta barel per hari dan diperkirakan di akhir 2019, AS bakal bisa memproduksi
hingga 13,4 juta barel per hari.
Menurut thebalance.com, masif-nya produksi minyak mentah dari
perusahaan minyak AS karena banyak perusahaan AS sudah mendapatkan untung dengan harga
minyak mentah di $30 per barel.
Di sisi konsumsi, perang dagang menjadikan prospek permintaan menjadi semakin turun karena
perang dagang berpotensi melambatkan pertumbuhan ekonomi. Pelambatan pertumbuhan
ekonomi biasanya menurunkan konsumsi energi termasuk minyak mentah. Perang dagang yang
berkelanjutan yang dipicu oleh AS ini akan menekan harga minyak mentah.
Faktor Penguat Harga Minyak Mentah
Wacana pemangkasan produksi lanjutan oleh OPEC, Rusia dan negara produsen lain di luar OPEC
(atau disebut OPEC+) ditunggu oleh para trader minyak mentah. Di awal tahun 2019, OPEC+ sudah
menjalankan pemangkasan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari.
Trader menantikan pertemuan OPEC+ yang mengagendakan perpanjangan pemangkasan
produksi pada tanggal 25-26 Juni 2019 atau awal bulan Juli. Kesepakatan pemangkasan lanjutan
ini bisa mendorong penguatan harga minyak mentah kembali.
Banyak analis yang memperkirakan bahwa OPEC+ akan memperpanjang pemangkasan produksi.
Namun belakangan Rusia tampak ragu untuk ikut menyepakati perpanjangan pemangkasan.
Tanpa
kesepakatan pemangkasan, harga minyak mentah bisa melemah lebih dalam.
Selain itu, ketegangan di Timur Tengah yang kini sedang berlangsung dimana AS menuduh Iran
mendalangi penyerangan 2 kapal tanker minyak di teluk Oman juga bisa membantu menaikan
harga minyak.
Secara umum, segala peristiwa yang menganggu produksi di negara-negara produsen minyak
akan mendorong kenaikan harga minyak.
Satu faktor lagi yang bisa mengangkat harga minyak adalah pemangkasan suku bunga acuan AS
yang bisa memicu kebijakan yang sama ke negara-negara lain. Pemangkasan suku bunga ini bisa
menstimulus permintaan sehingga harga minyak mentah bisa terkerek naik lagi.
Analisis Teknikal:
Harga minyak mentah WTI saat penulisan berada di level $52.62 per barel, di dalam kisaran antara
support terdekat $50.50 per barel dan resisten $55.00 per barel (garis hijau).
Tren penurunan masih membayangi pergerakan harga minyak mentah.
Jadi para pelaku pasar
harus mewaspadai setiap harga rebound menjadi aksi pasar untuk melakukan aksi jual.
Kisaran resisten $55 bisa dijadikan acuan. Hanya penembusan yang meyakinkan di atas kisaran
resisten tersebut, yang bakal membuka peluang kenaikan harga ke area resisten berikutnya di
kisaran $59.70 atau balik ke atas kisaran $60 per barel.
Sementara level $50.50 menjadi support acuan karena support itu sudah diuji beberapa kali.
Penembusan di bawah level tersebut membuka peluang pelemahan lanjutan ke area $46.00 -
$42.50.
Resisten: $55.00(Level tinggi 10 Juni 2019), $59.70(Level tinggi 30 Mei 2019),
$66.60(Level tinggi 23 April 2019)
Support: $50.50(Level rendah 5 Juni 2019), $46.00(Level rendah 18 Des 2018),
$42.50(Level rendah 26 Des 2018).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar