PT SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR - Di dunia yang berkembang pesat kita dihadapkan pada masalah-masalah baru
yang jangankan untuk menyelesaikannya, untuk memahaminya saja kita
sering tidak berdaya. Kita membutuhkan ilmu untuk mencerna dan mengatasi
masalah tersebut, tetapi kita sering tidak tahu apakah ilmunya
tersedia, dan kalaupun tersedia bisakah kita memahaminya dalam waktu
yang ada.
Bangunan pengetahuan, lebih-lebih pengetahuan ilmiah,
tersusun secara akumulatif. Kita harus lebih dulu memahami pengetahuan
yang lebih dasar untuk memahami pengetahuan yang lebih lanjut. Pemahaman
kita akan sesuatu dibangun di atas tumpukan pengetahuan demi
pengetahuan. Kita tidak bisa loncat begitu saja. Ada tangga pengetahuan
yang harus kita naiki untuk mencapai pemahaman tertentu.
Yang
menjadi masalah adalah tangga pengetahuan bukanlah tangga satu jalur,
tetapi bercabang-cabang. Jika kita belajar sendiri, kita sering tidak
tahu cabang mana yang harus kita lalui. Selain itu, kita juga sering
tidak memiliki cukup waktu untuk mempelajarinya sendiri. Karena itulah
kita membutuhkan pakar, seorang yang memiliki pengetahuan tentang
masalah yang kita hadapi.
Ada banyak jenis pakar beserta bidang kepakarannya. Di dunia bisnis,
perusahaan kerap menggunakan jasa konsultan, mulai dari untuk membantu
mengembangkan strategi bisnis pemasaran sampai mengeksplorasi peluang
bisnis baru. Ada juga konsultan yang membantu pemerintah dalam
mengembangkan program atau kebijakan pembangunan. Bahkan ada juga
konsultan bagi politisi dan partai politik yang ingin memenangkan
pemilihan. Di media massa kita mengenal intelektual publik atau pengamat
yang dengan kekayaan pengetahuannya membantu masyarakat mengurai
masalah-masalah publik yang pelik.
Ada jenis pakar yang lain,
yang tidak hanya memanfaatkan pengetahuan yang ada, tetapi juga turut
mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka adalah para ilmuwan, yang umumnya
bekerja di perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Mereka melakukan
uji-coba dan pengamatan, mengembangkan model, dan melakukan eksplorasi
teoretis untuk menjelaskan hal-hal yang bukan hanya tidak diketahui
masyarakat umum, tetapi juga yang belum dipahami oleh ilmuwan lainnya.
Mereka
bisa juga mencari penjelasan ilmiah dari sesuatu yang sudah dikenal
masyarakat luas, misalnya mengapa suatu ramuan tradisional bisa
menyembuhkan penyakit tertentu, senyawa kimia apa yang terkandung dalam
ramuan tersebut. Karena sifat pengembangan pengetahuan adalah sarat
dengan upaya saling belajar dan saling koreksi, seorang ilmuwan bisa
saja bekerja untuk menguji temuan ilmiah dari ilmuwan lainnya. Pada
dasarnya para ilmuwan bekerja untuk mengembangkan dan memperkuat
bangunan pengetahuan yang ada, yang nantinya bisa dimanfaatkan oleh
ilmuwan lain, para pakar, praktisi dan masyarakat luas.
Pengembangan
ilmu adalah pekerjaan yang sulit. Karena itulah para ilmuwan umumnya
menekuni bidang penelitian yang sempit. Kecuali ilmuwan yang bekerja
untuk perusahaan/bisnis, umumnya para ilmuwan saling belajar dan berbagi
pengetahuan (knowledge sharing) dengan ilmuwan-ilmuwan lain di
berbagai penjuru dunia dengan cara saling mempelajari karya tulis
ilmiah (KTI) mereka. Mereka membangun pengetahuan secara bersama-sama.
Mereka mempublikasikan hasil penelitiannya dalam bentuk buku atau
makalah dalam jurnal yang bisa dibaca dan dikritisi oleh ilmuwan
lainnya. Mereka juga saling mengutip KTI masing-masing dalam rangka
membangun teori ilmiah.
Keterlibatan banyak ilmuwan dalam upaya
memahami suatu fenomena atau mengembangkan teori tertentu, termasuk
dengan cara saling mengkritisi, adalah cara komunitas ilmiah untuk lebih
mendekati kebenaran atau objektivitas hasil penelitian. Keterbatasan
cara atau sudut pandang seorang ilmuwan bisa dikompensasi oleh
ilmuwan-ilmuwan lain. Hal ini bisa dicapai para ilmuwan antara lain
dengan bekerja sama langsung dalam satu proyek penelitian. Tetapi, cara
ini tidak bisa melibatkan banyak orang. Karena itulah publikasi hasil
penelitian dalam KTI menjadi media para ilmuwan untuk mendorong
pengembangan pengetahuan secara bersama.
Untuk menjaga kualitas KTI, komunitas ilmiah juga menerapkan mekanisme untuk menjaga kualitas, yakni dengan penelaahan sejawat (peer-review),
yakni penelaahan oleh ilmuwan yang menekuni persoalan yang sama atau
berdekatan. Agar bisa leluasa tanpa mengganggu hubungan pribadi
antar-ilmuwan, maka penelaahan itu dilakukan secara tertutup (blind review)
--penelaah tidak tahu nama penulis dari KTI yang dia telaah, dan
penulis KTI juga tidak tahu siapa yang menelaah karya ilmiahnya.
Melalui
penelaahan tertutup, penelaah bisa fokus pada kualitas KTI tanpa
memandang reputasi atau gelar penulisnya, apakah S2, S3, atau profesor.
Dalam mempublikasikan KTI-nya di penerbitan yang berkualitas, ilmuwan
ibarat pemain sepak bola yang di setiap pertandingan harus membuktikan
kualitas dirinya. Jika di pertandingan sebelumnya dia sudah biasa
mencetak gol, bukan berarti pada pertandingan berikutnya dia pasti bisa
mencetak gol. Demikian juga dengan ilmuwan, agar karyanya bisa
dipublikasikan di penerbitan yang berkualitas, dia juga harus
membuktikan kualitasnya lagi, dengan cara bisa lolos dari proses
penelaahan sejawat yang tertutup.
Tiap penerbitan memiliki
tingkat kualitas yang berbeda-beda. Kualitas penerbitan ilmiah
menunjukkan, ibarat pertandingan sepak bola, seorang ilmuwan sanggup
bermain di liga yang mana. Ketatnya penelaahan ini oleh banyak ilmuwan
tidak dilihat sebagai perintang karier mereka, tetapi justru sebagai
mekanisme validasi untuk lebih mendekati objektivitas ilmiah. Banyak
ilmuwan bisa meningkatkan kualitas KTI-nya setelah mendapatkan umpan
balik dari para penelaah yang tidak diketahui jati dirinya. Selain itu,
kualitas penerbitan juga menunjukkan kualitas mereka sebagai ilmuwan.
Adanya
penerbitan dengan penelaahan yang ketat bisa membantu masyarakat
non-ilmuwan, ilmuwan dari bidang yang berbeda, industri, lembaga donor,
ataupun lembaga pemerintah dalam memperkirakan kualitas hasil
penelitian, yang pada gilirannya juga memperkirakan kualitas seorang
ilmuwan. Orang yang tidak menekuni bidang penelitian tertentu, tentu
tidak bisa mengukur kebenaran atau kualitas KTI di bidang tersebut.
Tetapi, dengan mengetahui bahwa KTI tersebut dipublikasikan dalam jurnal
yang bereputasi tinggi dan memiliki faktor pengaruh yang besar, mereka
bisa mengetahui bahwa KTI tersebut berkualitas.
Untuk membantu
berbagai pihak, termasuk ilmuwan yang baru mulai meniti kariernya,
berbagai organisasi ilmiah internasional mengeluarkan daftar jurnal dan
buku dalam bidang keilmuan masing-masing. Untuk jurnal, sebagian
organisasi ilmiah juga membuat daftar peringkatnya, yang biasanya sulit
ditembus oleh ilmuwan pemula. Daftar jurnal dan buku yang lebih luas
lagi adalah yang disajikan dalam basis data pengindeks, seperti Scopus dan Clarivate Analytics (sebelumnya dikenal sebagai Thompson Reuters). Ada 37 jurnal yang diterbitkan di Indonesia yang sudah terindeks Scopus.
Basis
data ini juga memuat jurnal-jurnal yang lebih mudah ditembus
dibandingkan dengan yang ada pada daftar dari organisasi-organisasi
ilmiah. Rentang kualitas jurnal yang diindeks Scopus cukup lebar, mulai dari kualitas Q4 yang terendah sampai kualitas Q1 yang tertinggi. Dari basis data ini, dengan teknik scientometrics,
bisa ditemukan pengaruh suatu jurnal, KTI, ataupun ilmuwan dalam
pengembangan ilmu. Basis data ini membantu ilmuwan untuk
mengidentifikasi tingkat kualitas jurnal yang akan dijadikan sebagai
media untuk mempublikasikan hasil penelitiannya, sekaligus membantu
pihak lain untuk memperkirakan kualitas atau pengaruh ilmuwan yang akan
dimintai bantuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar